SUMENEP – Dugaan kasus asusila yang melibatkan salah satu dosen STKIP PGRI Sumenep terus bergulir. Namun, lebih dari sekadar kasus personal, peristiwa ini menyoroti bagaimana institusi pendidikan tinggi menangani persoalan etika dan disiplin tenaga pendidik.
Komisi Disiplin STKIP PGRI Sumenep telah melakukan pemanggilan terhadap dosen berinisial M serta istrinya, F, untuk mengklarifikasi tuduhan yang mencuat. Ketua Komisi Disiplin, Moh. Fauzi, menyebut bahwa hasil klarifikasi telah direkomendasikan ke pimpinan kampus untuk dibahas dalam rapat internal.
“Nanti akan dilakukan pembahasan di rapat pimpinan. Tunggu saja Jumat (28/03), pasti sudah ada keputusan,” ujar Fauzi.
Sementara itu, F mengungkapkan kepada media bahwa suaminya telah dua kali terlibat dalam perselingkuhan. Kasus pertama berujung pada pernikahan setelah penggerebekan warga. Yang terbaru, M kembali tertangkap tengah bersama seorang perempuan lain di kawasan Tugu Keris, Pragaan.
“Saya sudah dua kali mengetahui suami saya selingkuh. Saat pertama, dia digrebek warga dan langsung dinikahkan. Waktu itu anak kami baru berusia satu tahun,” tutur F.
Meski sudah menjalani klarifikasi dengan Komisi Disiplin, M masih enggan memberikan pernyataan resmi. Ia sempat berjanji akan berbicara setelah proses internal kampus selesai, tetapi hingga kini belum memberikan respons kepada media.
### **Dilema Institusi: Sanksi atau Perlindungan Nama Baik?**
Kasus ini tak hanya menjadi urusan individu, tetapi juga menguji ketegasan STKIP PGRI Sumenep dalam menegakkan norma etika akademik. Institusi pendidikan memiliki tanggung jawab besar dalam memastikan bahwa tenaga pendidiknya bukan hanya kompeten secara akademik, tetapi juga memiliki integritas moral.
Beberapa pihak berharap keputusan yang diambil kampus tidak hanya mempertimbangkan kepentingan individu, tetapi juga menjaga kredibilitas lembaga. Jika terbukti bersalah, sanksi tegas terhadap M dapat menjadi preseden bagi dosen lain agar menjaga profesionalisme dan etika di lingkungan akademik.
Namun, di sisi lain, ada pula kekhawatiran bahwa kampus akan lebih memilih jalan kompromi demi menjaga citra institusi. Jika itu yang terjadi, kasus serupa bisa berulang tanpa ada efek jera yang jelas.
Masyarakat kini menantikan bagaimana STKIP PGRI Sumenep mengambil sikap dalam kasus ini. Apakah keputusan yang diambil akan sejalan dengan prinsip keadilan dan etika akademik? Jawabannya akan terungkap dalam beberapa hari ke depan.
Penulis : Novalia Ayu Nur Syafitri
Editor : Wasilatil Maghfirah
Sumber Berita: Redaksi