SUMENEP – Kasus dugaan rekayasa penggantian kWh meter di tambak udang milik Jailani terus bergulir dan semakin penuh dengan kejanggalan. Hingga kini, PLN ULP Sumenep belum memberikan sikap tegas, apalagi kepastian hukum terhadap oknum petugas yang dituding terlibat dalam praktik manipulatif tersebut.
Kepala ULP PLN Sumenep, Pangky Yonkynata Ardiyansyah, saat dikonfirmasi Rabu (23/4/2025), mengaku bahwa pihaknya masih dalam tahap komunikasi. “Kami masih melakukan komunikasi dengan Jailani dan Bunahwi untuk tindak lanjutnya,” ujarnya.
Namun saat ditanya mengenai legalitas surat kuasa yang dijadikan dasar penggantian kWh meter, Pangky belum bisa memberikan kepastian. “Makanya kami akan komunikasi dengan Bunahwi,” tambahnya.
Lebih mengejutkan, Pangky juga tidak bisa menunjukkan bukti surat pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap salah satu oknum yang diketahui masih aktif di lapangan, meski sebelumnya diklaim telah dipecat. “Kalau bukti surat PHK ada di atasan saya. Saya tidak bisa langsung menunjukkan, perlu koordinasi dulu,” katanya pada Senin (21/4).
Padahal, nama mantan pegawai PLN, Dani, kembali mencuat setelah disebut masih terlibat dalam tindakan teknis di lapangan, termasuk dalam kasus tambak Jailani. Nama-nama lain seperti Benny dan Iksan juga turut disorot. Keduanya disebut sebagai eksekutor penggantian kWh meter, dan dugaan kongkalikong pun mencuat.
Kekisruhan ini makin menguatkan dugaan lemahnya sistem pengendalian internal di tubuh PLN Sumenep. Publik pun mulai mempertanyakan transparansi dan akuntabilitas PLN dalam menangani persoalan yang melibatkan oknum petugas sendiri.
Jailani, sebagai pemilik tambak, justru terlihat diposisikan sebagai tertuduh, tanpa prosedur yang jelas dan pembuktian hukum yang sah. Nama Iksan mencuat sebagai pelapor dugaan penyalahgunaan listrik, sementara Benny adalah petugas yang menyerahkan surat pelanggaran dan denda kepada Jailani. Namun, hingga kini, tidak ada penjelasan resmi mengenai kapasitas Iksan dan keabsahan surat kuasa dari Bunahwi yang dijadikan dasar laporan.
Ironisnya, surat kuasa yang digunakan tidak memiliki tanggal dan tidak pernah diverifikasi keasliannya oleh pihak PLN. Aksi penggantian kWh bahkan dilakukan dua hari sebelum laporan resmi masuk, yang diduga kuat melanggar prinsip administrasi dan legalitas tindakan BUMN sesuai UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
Saat dimintai keterangan terpisah pada Kamis (24/4/2025), Manager UP3 PLN Madura, Fahmi Fahresi, mengaku belum mengetahui kasus tersebut. “Achmad Hamdani itu siapa? Petugas PLN atau siapa?” tanyanya heran.
Ia menegaskan masih akan melakukan koordinasi internal untuk menelusuri duduk perkara yang sebenarnya. “Saya kroscek dulu ke Sumenep. Nanti Humas kami akan menghubungi jenengan setelah ini,” tutupnya.
Penulis : Novalia Ayu Nur Syafitri
Editor : Wasilatil Maghfirah
Sumber Berita: Redaksi