SUMENEP – Dugaan pemerasan terhadap seorang pemilik tambak di Desa Lapa Taman, Kecamatan Dungkek, mengungkap fakta mencengangkan: aktor utama bernama Dani, mantan pegawai PLN, diduga masih memiliki jejaring kuat dengan oknum internal PLN Sumenep.
Kasus ini bermula dari keluhan Jailani, pemilik tambak, yang merasa diperas atas dugaan pelanggaran penggunaan kWh meter. Tak tanggung-tanggung, ia dikenai denda hingga Rp33 juta lebih, berdasarkan surat penertiban dari PLN. Namun, belakangan mencuat fakta bahwa laporan terhadap pelanggaran tersebut masuk ke PLN setelah tindakan penertiban dilakukan.
Kepala ULP PLN Sumenep, Pangky Yonkynata Ardiyansyah, mengakui bahwa Dani, yang disebut-sebut sebagai penghubung kasus ini, memang pernah bekerja di PLN namun telah diberhentikan sejak Januari 2025. Pangky menegaskan bahwa semua tindakan Dani setelah itu bukan tanggung jawab PLN.
“Per Januari kemarin dia sudah bukan anggota kami. Kalau ada tindakan yang mengatasnamakan PLN, itu murni di luar sistem kami,” ujarnya, Senin (21/4/2025).
Namun, polemik tak berhenti sampai di situ. Nama Beni—petugas aktif PLN—ikut terseret. Ia disebut-sebut telah lebih dulu mengunjungi tambak Jailani dan membawa kWh meter pengganti, sebelum laporan resmi dari pihak pelapor, Iksan, masuk ke PLN.
Publik bertanya: dari mana informasi itu bisa sampai ke tangan Beni? Apakah ada jalur komunikasi antara dirinya dan Dani?
Pangky tak menampik bahwa Dani dan Beni saling kenal, namun enggan berandai lebih jauh.
“Saya tidak bisa simpulkan Beni terlibat. Tapi kalau memang terbukti, saya tidak akan ragu memberikan sanksi,” tegasnya.
Dalam pembelaannya, Pangky menyebutkan bahwa pemasangan ulang kWh meter oleh Beni dilakukan atas nama pelanggan baru, bukan untuk Jailani. Namun pernyataan ini justru membuka celah pertanyaan: mengapa pelanggan baru bisa begitu cepat diproses di lokasi yang tengah dipermasalahkan?
PLN mengaku siap membuka data dan bekerja sama jika kasus ini dibawa ke ranah hukum. Pihaknya juga menawarkan mediasi antara Jailani dan mantan pegawai tersebut sebagai bentuk itikad baik.
Menariknya, Pangky juga mengakui bahwa kWh meter bisa saja diperoleh secara ilegal dari luar sistem PLN, termasuk pembelian secara online. Pernyataan ini memperkuat kecurigaan bahwa ada “lubang gelap” dalam pengawasan distribusi kelistrikan di wilayah ini.
“Kalau tidak dari kami, berarti bisa dari luar. Tapi itu ilegal,” ungkap Pangky.
Penulis : Novalia Ayu Nur Syafitri
Editor : Wasilatil Maghfirah
Sumber Berita: Redaksi