SUMENEP– Ramadan di Kota Sumenep selalu punya cara tersendiri untuk membangunkan warga saat sahur. Salah satunya melalui tradisi musik patrol yang kembali menggema di berbagai sudut kota. Setiap malam, terutama menjelang waktu sahur, kelompok-kelompok pemuda berkeliling membawa kentongan, drum dari ember, hingga seruling bambu untuk membangunkan masyarakat.
Bagi sebagian warga, musik patrol bukan sekadar suara sahur, tetapi juga bagian dari nostalgia masa kecil. Herman (42), warga Desa Pajagalan, mengaku setiap Ramadan ia selalu menantikan momen ini.
“Dulu waktu kecil, saya juga ikut keliling main patrol sama teman-teman. Sekarang anak-anak muda yang melanjutkan, rasanya jadi ikut semangat sahur,” ujarnya.

Seiring waktu, musik patrol di Sumenep berkembang menjadi ajang kreativitas yang semakin menarik. Tidak hanya menggunakan alat musik tradisional, beberapa kelompok juga menambahkan elemen modern seperti alat musik petik dan perkusi berbahan daur ulang.
Uniknya, tradisi ini kini mendapat dukungan penuh dari berbagai komunitas dan pemerintah daerah, bahkan dilombakan dengan hadiah jutaan rupiah. Hal ini semakin menambah semangat anak muda untuk berpartisipasi sekaligus melestarikan budaya lokal.
Wafi (25), salah satu peserta patrol, mengaku bahwa mengikuti tradisi ini bukan hanya soal membangunkan sahur, tetapi juga tentang kebersamaan.
“Kami latihan jauh-jauh hari supaya musiknya enak didengar. Selain itu, patrol juga bikin kita makin akrab sama teman-teman sekampung,” katanya.
Musik patrol yang dulunya hanya berfungsi sebagai alarm sahur kini telah berkembang menjadi bagian dari identitas Ramadan di Sumenep. Dengan antusiasme warga yang tinggi, tradisi ini diyakini akan terus lestari dan menjadi salah satu kebanggaan budaya khas Madura.
Penulis : Novalia Ayu Nur Syafitri
Editor : Wasilatil Maghfirah
Sumber Berita: Redaksi