Sumenep – Penetapan pemenang lomba desain logo Hari Jadi ke-757 Kabupaten Sumenep memantik gelombang kritik dari berbagai pihak. Logo terpilih dinilai jauh dari standar estetika yang layak dan bahkan dinarasikan seperti karya yang tidak digarap secara profesional.
“Saya cukup miris melihat hasil keputusan tersebut. Secara estetika, logo yang terpilih tampak asal tempel, perpaduan warnanya juga kurang elok. Bahkan masyarakat awam yang tidak memahami desain grafis pun menilai logo ini tidak profesional,” ungkap salah satu peserta sayembara logo, Febri Delfitri Fauzi.
Ramainya unggahan karya peserta lain di media sosial membuat perbandingan tak terelakkan. Tak sedikit netizen menilai desain lain justru lebih memikat secara visual dan lebih sejalan dengan tema yang ditentukan oleh panitia. Kondisi ini memunculkan pertanyaan besar: indikator seperti apa yang dipakai dewan juri dalam menentukan pemenang?
Febri menegaskan, menilai sebuah desain logo seharusnya memperhatikan dua aspek penting yang tak bisa dipisahkan: keindahan visual dan relevansi makna dengan tema.
“Jika hanya menonjolkan makna tapi tampilannya amburadul, itu juga tidak layak. Keduanya harus berjalan seimbang. Menilai hanya dari satu aspek saja sangat tidak objektif,” tegasnya.
Ia juga menyayangkan bila panitia beralasan filosofi di balik logo pemenang adalah yang paling sesuai.
“Semua peserta juga tentu menyusun filosofi berdasarkan pedoman panitia. Penilaian ini jadi sangat subjektif. Tapi estetika itu tidak bisa ditutupi, masyarakat tahu mana yang dikerjakan dengan serius dan mana yang asal jadi,” imbuhnya.
Gelombang kekecewaan publik semakin terasa lewat banyaknya komentar pedas yang berseliweran di media sosial. Dugaan ketidakprofesionalan juri pun bermunculan.
“Publik bertanya-tanya, apakah juri memang kurang kompeten di bidang desain atau ada faktor lain. Saya tidak tahu pasti. Tapi jika tahun depan lomba serupa kembali digelar, Pemkab harus benar-benar menyeleksi juri yang profesional, bahkan bila perlu dari luar daerah. Jangan pilih juri yang hanya sok-sokan profesional, tapi tak punya kapabilitas yang mumpuni,” tutupnya.
Penulis : Novalia Ayu Nur Syafitri
Editor : Wasilatil Maghfirah
Sumber Berita: Redaksi






